Selasa, 07 Desember 2010

Tukar Posisi

       Bencana Banjir yang menerjang negeri kita belakangan ini menegaskan bahwa bertukar posisi itu tidak enak.
      Bagi orang-orang yang berada jauh dari radius titik rawan banjir, luapan air bah yang mereka saksikan lewat media massa adalah sekedar 'Siklus Alamiah' dan peristiwa rutin tahunan, tapi bagi mereka yang tergenang banjir, itu adalah bencana yang tak terlupakan dan sangat menakutkan. Bisa jadi, itu karena mereka tak pernah membayangkan seandainya mereka bertukar posisi dengan para korban banjir yang tengah berjuang antara hidup dan mati. Tentu saja posisi sebagai korban banjir sama sekali bukanlah posisi yang enak sehingga mereka tak mau membayangkan hal itu. 
      Inilah sesungguhnya penyebab langsung dari awetnya genangan banjir selama beberapa hari. Bayangkan, ditengah kepanikan luar biasa menghadapi curah hujan yang tiada henti, para korban banjir harus menanggung derita lain berupa kegelapan akibat diputuskannya aliran listrik. Kepahian akibat luapan air seperti mencabik-cabik semangat hidup mereka:kedinginan, gatal-gatal, buang air pun susah, masuk angin, ancaman tenggelam. Mereka hanya berharap matahari segerah tersenyum kembali dan air segera surut. Ingin menyalahkan alam, mereka tentu tak mau karena bagaimanapun alam telah memberikan isyarat akan datangnya hujan besar. Akhirnya mereka hanya mampu berandai-andai: andai pemerintah mau bertukar posisi dengan mereka. Namun, karena berandai-andai hanya menambah peri dihati. Keadaan mereka mirip dengan penumpang kapal Titanic yang tenggelam di Laut Atlantik.
        Bertukar posisi memang tidak enak. Namun, lebih tidak enak lagi jika sikap cuek kita membuat kita lengah pada kemungkinan teori Banjir Besar zaman Nabi Nuh. Setinggi apa pun rumah yang kita bangun, akhirnya kita semua akan merasakan posisi sebagai korban banjir...!!!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar