Kamis, 09 Desember 2010

Lautku Biru Lautku Haru

      Pertambahan penduduk yang terus melesat membuat daratan makin sempit. Baik untuk pemukiman maupun perluasan sumber daya alam.Kini orang mulai beralih ke Laut untuk memengaruhi kebutuhan hidupnya. Laut memang menawarkan satu kemungkinan baru yang menarik. Indonesia memang termasuk negara yang beruntung. Wilayah Indonesia dengan wawasan Nusantaranya, 75% merupakan lautan. Dengan demikian kita memiliki sumber daya alam dari laut yang amat potensial sekali.
      Di Bumi Indonesia, kekayaan alam yang terkandung dalam sumber daya laut memang bukan main. Perairan kita sampai saat ini masih terkenal sebagai salah satu pusat penyebaran jenis-jenis karang yang terkaya diseluruh dunia.
      Sumber-sumber alam ini merupakan modal utama untuk memperkuat perekonomian negara. Dengan demikian laut bukan hanya berfungsi sebagai sarana transportasi saja, tapi juga sudah berguna untuk medium sumber alam, medium pendidikan, medium rekreasi.
      Di Indoesia, penelitian mengenai kelautan sudah dilakukan orang sejak lama. Pada abad ke-19 banyak ilmuwan asing yang mengadakan ekspedisi ke Indonesia. Tujuan ekspedisi adalah untuk  mengadakan inventari sasi dan mengevaluasi.
      Kehidupan di laut sama seperti kehidupan di darat. Ada satu ekosistem tertentu yang mengaturnya. Hilangnya salah satu unsur ekosistem ini akan mengguncangkan dan merusakkan keseluruhan yang ada.
      Kejadian -kejadian perusakan laut dimana pun cukup banyak. Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh minyak yang berasal dari kapal-kapal di perairan Pantai atau sisa-sisa pembuangan dari pembangkit tenaga listrik atau sumber lain yang sering kita dengar. Belum lagi punahnya binatang laut tertentu akibat terlalu banyaknya penangkapan sehingga tak memberi kesempatan bagi binatang tersebut untuk melakukan regenerasi. Sampai sekarang perekonomian memang masih bertumpuh dan bersumber di Dataran. Namun toh laut tetap merupakan tumpuan harapan dimasa mendatang. Usaha untuk menjaga kelestariannya adalah tanggung jawab kita bersama. Jangan biarkan laut menangis...!!!
READMORE - Lautku Biru Lautku Haru

Selasa, 07 Desember 2010

Tukar Posisi

       Bencana Banjir yang menerjang negeri kita belakangan ini menegaskan bahwa bertukar posisi itu tidak enak.
      Bagi orang-orang yang berada jauh dari radius titik rawan banjir, luapan air bah yang mereka saksikan lewat media massa adalah sekedar 'Siklus Alamiah' dan peristiwa rutin tahunan, tapi bagi mereka yang tergenang banjir, itu adalah bencana yang tak terlupakan dan sangat menakutkan. Bisa jadi, itu karena mereka tak pernah membayangkan seandainya mereka bertukar posisi dengan para korban banjir yang tengah berjuang antara hidup dan mati. Tentu saja posisi sebagai korban banjir sama sekali bukanlah posisi yang enak sehingga mereka tak mau membayangkan hal itu. 
      Inilah sesungguhnya penyebab langsung dari awetnya genangan banjir selama beberapa hari. Bayangkan, ditengah kepanikan luar biasa menghadapi curah hujan yang tiada henti, para korban banjir harus menanggung derita lain berupa kegelapan akibat diputuskannya aliran listrik. Kepahian akibat luapan air seperti mencabik-cabik semangat hidup mereka:kedinginan, gatal-gatal, buang air pun susah, masuk angin, ancaman tenggelam. Mereka hanya berharap matahari segerah tersenyum kembali dan air segera surut. Ingin menyalahkan alam, mereka tentu tak mau karena bagaimanapun alam telah memberikan isyarat akan datangnya hujan besar. Akhirnya mereka hanya mampu berandai-andai: andai pemerintah mau bertukar posisi dengan mereka. Namun, karena berandai-andai hanya menambah peri dihati. Keadaan mereka mirip dengan penumpang kapal Titanic yang tenggelam di Laut Atlantik.
        Bertukar posisi memang tidak enak. Namun, lebih tidak enak lagi jika sikap cuek kita membuat kita lengah pada kemungkinan teori Banjir Besar zaman Nabi Nuh. Setinggi apa pun rumah yang kita bangun, akhirnya kita semua akan merasakan posisi sebagai korban banjir...!!!


READMORE - Tukar Posisi

Kamis, 02 Desember 2010

ketika Alam Mulai Enggan Bersahabat

      Benarkah alam semakin tak ramah pada manusia? Bila mengingat bencana alam di Sleman, Wasior, dan Mentawai yang terjadi belum lama ini, yang memelan begitu banyak korban jiwa dan harta benda, seakan membenarkan "keengganan" alam tersebut. Ada yang bilang itu musibah, tapi banyak yang bilang itu adalah azab, dan inilah yang lebih tepat. Sebab bukan alam yang enggan bersahabat tapi manusialah yang sudah semakin rakus dan enggan bersahabat dengan alam sehingga perlu disentil dengan sedikit keresahan.
     Baru sebagian saja diperingati akibat dari perbuatannya, tapi kita sudah kelimpungan. Padahal sebelumnya kita telah melakukan banyak kerusakan, dari menebang pohon seenaknya, buang sampah sembarangan, sampai boros memakai air, sekalipun untuk Wudhu.
      "Ketidakseimbangan inilan yang membuat alam "MENGGELIAT"!!!".
READMORE - ketika Alam Mulai Enggan Bersahabat

Jumat, 29 Oktober 2010

Ekslopedi Alam Semesta

Ilmu alam (Inggris:natural science) atau ilmu pengetahuan alam adalah istilah yang digunakan yang merujuk pada rumpun ilmu dimana obyeknya adalah benda-benda alam dengan hukum-hukum yang pasti dan umum, berlaku kapan pun dimana pun
Sains (science) diambil dari kata latin scientia yang arti harfiahnya adalah pengetahuan. Sund dan Trowbribge merumuskan bahwa Sains merupakan kumpulan pengetahuan dan proses. Sedangkan Kuslan Stone menyebutkan bahwa Sains adalah kumpulan pengetahuan dan cara-cara untuk mendapatkan dan mempergunakan pengetahuan itu. Sains merupakan produk dan proses yang tidak dapat dipisahkan. "Real Science is both product and process, inseparably Joint" (Agus. S. 2003: 11)
Sains sebagai proses merupakan langkah-langkah yang ditempuh para ilmuwan untuk melakukan penyelidikan dalam rangka mencari penjelasan tentang gejala-gejala alam. Langkah tersebut adalah merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis dan akhimya menyimpulkan. Dari sini tampak bahwa karakteristik yang mendasar dari Sains ialah kuantifikasi artinya gejala alam dapat berbentuk kuantitas.
Ilmu alam mempelajari aspek-aspek fisik & nonmanusia tentang Bumi dan alam sekitarnya. Ilmu-ilmu alam membentuk landasan bagi ilmu terapan, yang keduanya dibedakan dari ilmu sosial, humaniora, teologi, dan seni.
Matematika tidak dianggap sebagai ilmu alam, akan tetapi digunakan sebagai penyedia alat/perangkat dan kerangka kerja yang digunakan dalam ilmu-ilmu alam. Istilah ilmu alam juga digunakan untuk mengenali "ilmu" sebagai disiplin yang mengikuti metode ilmiah, berbeda dengan filsafat alam. Di sekolah, ilmu alam dipelajari secara umum di mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam(biasa disingkat IPA).
Tingkat kepastian ilmu alam relatif tinggi mengingat obyeknya yang kongkrit, karena hal ini ilmu alam lazim juga disebut ilmu pasti
Di samping penggunaan secara tradisional di atas, saat ini istilah "ilmu alam" kadang digunakan mendekati arti yang lebih cocok dalam pengertian sehari-hari. Dari sudut ini, "ilmu alam" dapat menjadi arti alternatif bagi biologi, terlibat dalam proses-proses biologis, dan dibedakan dari ilmu fisik (terkait dengan hukum-hukum fisika dan kimia yang mendasari alam semesta.
READMORE - Ekslopedi Alam Semesta